.quickedit{ display:none; }

Saturday, June 25, 2011

Sebuah Akhir Dari Perpisahan


Assalammu'alaikum...

Wah bingung juga ya mau posting apa kali ini....
Sebenarnya sih ada yang mau tak tulis, tapi aku bingung apa yang akan jadi tulisanku...

Ok lah, kita to the point aja...

Sebenarnya ini sih hanya sebuah cerita tentang perpisahan kelasku. Bagiku (terutama), kemarin itu adalah benar-benar perpisahan dengan temanku. Karena, aku mulai kelas 2 SMA ini (5 Aliyah) mengambil jurusan IPS. Sedangkan teman-teman sekelasku semuanya mengambil jurusan IPA tetapi yang bilingual. Walaupun ada temanku yang juga sama-sama mengambil jurusan IPS. Sebenarnya juga bukan menjadi sebuah permasalahan sih bagiku, tetapi memang mau tidak mau kami harus berpisah. Walaupun tujuan hidup kami sama, tetapi jalan yang kami tempuh berbeda.

Awalnya sih, aku bingung mau milih jurusan IPA atau IPS. Karena, aku sendiri juga sadar bahwa aku punya bakat di IPA dan untuk pelajran IPS-pun aku banyak yang kurang. Akan tetapi, semuanya berubah ketika aku menginjak kelas 3 MTs (SMP). Saat itu, salah satu temanku curhat karena orang tuanya bertengkar. Padahal saat itu waktu sudah terbilang sangat dekat dengan Ujian Nasional. Dan ironinya lagi, temanku ini seorang perempuan yang curhat.

Awalnya sih aku cuman tanya-tanya aja kenapa kok orang tuanya bisa bertengkar seperti itu. Dan lama kelamaan aku coba kasih dia solusi yang ada dipikiranku. Sumpah, saat itu aku ga terlalu memahami apa sebenarnya yang menjadi masalah utama. Tapi, yang aku lakukan hanya mendengarkan dia dan mendengarkan sehingga aku bisa memberikan solusi yang menurutku bisa dijadikan solusi untuknya.

Alhasil, sekitar satu bulan setelah kejadian itu, aku dapet berita gembira darinya. Karena, orang tuanya sudah akur lagi. Dia, coba ngelakuin apa yang aku saranin ke dia dan ternyata kata dia saranku itu sukses. Sekali lagi, sumpah aku ga tau kenapa kok bisa sukses, padahal hanya sederhana. Akhirnya dia bawa kedua orang tuanya ke pantai untuk jalan-jalan bersama dan dia pun juga akhirnya berani ngomong ke orang tuanya bahwa dia ga mau lihat orang tuanya bertengkar terus, karena dia juga butuh bantua dari kedua orang tuanya. Akhirnya, setelah itu kedua orang tuanya baikkan dan aku juga ga tau dia masih ingat aku apa ngga (hehehe).

Nah, dari situlah aku mulai tertarik untuk jadi psikologi. Tapi, bukan hanya itu saja. Hampir setelah kejadian itu, aku jadi lebih senang menerima temanku yang mau curhat,ataupun aku sering motivator mereka (padahal aku juga bukan seorang motivator). Ya, yang aku lakukan hanya mengambil sebuah contoh atau perumpamaan dan aku racik kembali supaya objeknya bisa semangat lagi. Tapi, yang sering aku ucapkan adalah "kalau memang butuh bantuan, silahkan bicara aja." Itu yang sering aku ucapkan kepada teman-teman dekatku...


Sering kali juga aku merasa, kenapa aku mudah dekat dengan orang lain ya. Padahal aku sendiri juga di sekolah ga terlalu dekat dengan anak-anak angkatan (tapi sekarang sedang berusaha). Malah aku sama adek kelasku dekat sekali. Sampai-sampai "mohon maaf" mereka kaget kalo aku ga seasrama sama mereka lagi tahun depan.

Akhirnya, kami harus berpisah setelah kami rekreasi di Owabong (Purbalingga) dan Gucci (Tegal). Selama perjalanan juga aku konsultasi dengan wali kelasku. Beliau sebenarnya juga kaget kenapa aku yang nilai IPA-nya lebih menonjol bisa memilih jurusan IPS. Aku sih hanya menjawab karena aku pengen jadi psikolog. Impianku kalau kuliah besok itu bisa ngambil ke Jepang untuk studi kebudayaannya atau ga ke UGM lah ambil Hubungan Internasional atau Psikologi. Akan tetapi, wali kelasku juga memberikan pertimbangan yang agak sensitif bagiku. Kata beliau, anak-anak yang masuk IPS itu rata-rata mereka tidak ada pilihan selain masuk IPS. Kalau begitu sama saja kelas IPS itu tempat anak-anak yang terbuang. Aku sempat menangis di sana, akan tetapi kata wali kelasku semua itu kalau aku bisa konsisten pasti bisa dan pesan beliau, jadikan kelas IPS itu tidak kalah dengan jurusan lainnya.

Selanjutnya, kami mengunjungin tempat wisata perpisahan kami dan yang paling menyentuh hatiku adalah ketika kami berenang di Owabong. Saat itulah yang bagiku menjadi saat terakhir bersama mereka semua. Aku berenang bersama mereka,membuat onar bersama mereka,berteriak bersama mereka. Kami luapkan seluruh kebahagiaan dan kesedihan kami. Walaupun kami tidak menangis, setidaknya kami merasakan bahwa sebagian dari teman kami harus berpisah mengambil jalan yang lain. Saat di bis pun seperti itu. Ketika akan berangkat, mereka berteriak "Oi, Adli besok dah jadi anak IPS. Berarti ini kita kumpul terakhir ya"

Kata-kata itulah yang membuatku merasa sedih karena harus meninggalkan mereka semua. Aku ingat, sebelum saat itu kami sering futsalan bareng. Yang ulang tahun atau yang habis dapat prestasi beliin roti bakar atau bayarin futsal dan lain sebagainya. Aku masih ingat saat-saat itu. Saat kita tertawa dan lain sebagainya. Sebenarnya aku ada satu pesan untuk mereka (semoga mereka semua membacanya)

"Jangan lupakan aku. Dan aku juga minta maaf jika selama ini aku selalu bikin kalian semua repot. Aku tahu aku anak yang sedikit menyebalkan bagi kalian. Jadi, aku minta maaf kepada kalian semua. Jadilah yang terbaik tetapi dengan melangkah bersama"

Yah, namanya juga hidup. Kerapkali kita bertemu dan suatu saat kita pasti berpisah. Tetapi, ada yang kita lupakan. Bahwa, setiap kali kita berpisah kita pasti akan selalu bertemu karena ikatan yang telah kita jalin selama kita hidup. Jadi kita hanya berpisah secara fisik, tetapi secara batin kita tetap bertemu

Wassalammu'alaikum

2 comments:

  1. maju terus daan, kalo udh yakin akan satu urusan seriuslah dalam menjalaninya, insya ALLAH berhasil, usaha dan doa yg harus dilakukan. Hubungan Internasional dan psikolog akan membawa daan melihat dunia, kita tak kan pernah tau begitu indah dan luar biasanya dunia ini jika kita tidak pernah mengunjunginya. SELAMAT!!!

    ReplyDelete