Pers release ini dikeluarkan oleh Pimpinan Wilayah Ikatan Pelajar Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta (PW IPM DIY) dalam rangka "Aksi Solidaritas Kemanusiaan Untuk Rohingya" yang dilaksanakan di 0 Km, Kota Yogyakarta pada hari Rabu lalu (27/05/2015).
Berikut pers release yang dikeluarkan oleh PW IPM DIY pada aksi tersebut, dan dapat dilihat di sini
Beberapa hari yang lalu, sekitar 2.000
pengungsi Rohingya diselamatkan di Aceh. Hingga saat ini, ribuan orang
diperkiraan masih terombang-ambing di lautan. Konflik etnis Rohingya
dengan pemerintah di Myanmar terkait dengan habisnya masa berlaku Kartu
Putih–penanda bahwa mereka adalah penduduk Myanmar–melatarbelakangi
mengungsinya etnis tersebut ke Malaysia dan Indonesia. Konflik antara
etnis Rohingya dengan pemerintah khususnya nasionalis Buddha sudah
terjadi sejak puluhan tahun lalu–termasuk gelombang kerusuhan yang
terjadi pada tahun 2012, yang menyebabkan etnis tersebut dilokalisasi
oleh pemerintah dan tidak diizinkan bekerja di luar lingkungan tempat
tinggal. Pemerintah beralasan melakukan lokalisasi untuk melindungi
etnis tersebut dari amukan massa.
Rohingya adalah etnis minoritas di
Myanmar. Etnis tersebut tinggal di Rakhine, daerah perbatasan antara
Myanmar dengan Bangladesh sejak abad ke-7 Masehi. Pemerintah Myanmar
menolak etnis tersebut sebagai warga negara Myanmar, dan menganggapnya
sebagai pendatang dari Bangladesh. Bahkan pada masa pemerintahan
Presiden Thein Sein krisis Rohingya semakin memburuk dengan pernyataan, “Rohingya is not our people and we have no duty to protect them.”.
Kebijakan pemerintah Myanmar mengenai “Burmanisasi” dan “Budhanisasi”
semakin memarjinalkan etnis Rohingya. Ditambah provokasi oleh biksu
Buddha Myanmar yang disebut sebagai penganut Buddha garis keras
mempengaruhi sikap mayoritas yang semakin mendiskriminasi etnis
tersebut. Kebencian tersebut (dalam pandangan mereka) membenarkan
pembantaian dan pembersihan etnis yang dilakukan terhadap Muslim
Rohingya.
Ekstremisme agama oleh penganut Buddha
radikal dan diskriminasi terhadap kaum minoritas sangat tidak bisa
diterima oleh akal sehat maupun hati nurani. Bukan hanya soal agama,
masalah terusirnya Rohingya dari negeri sendiri dilihat dari segi
manapun terutama aspek kemanusiaan, merupakan pelanggaran HAM serius
terhadap etnis Rohingya. Setidaknya ada 10 poin HAM menurut Universal Declaration of Human Rights
yang sangat tampak dilanggar pada kasus ini–8 poin lainnya merupakan
efek domino dilanggarnya 10 poin tersebut. Hak kewarganegaraan yang
tidak terpenuhi (stateless), hak kebebasan dalam bekerja,
bahkan hak hidup, serta hak-hak kemanusiaan lainnya dilanggar secara
terang-terangan oleh kelompok mayoritas Buddha ekstrim maupun oleh
pemerintahnya sendiri. Bahkan PBB menyatakan bahwa etnis Rohingya
merupakan etnis paling tertindas di dunia.
Aksi Peduli Rohingya Oleh PW IPM DIY |
Kami Barisan Pelajar Muhammadiyah Daerah
Istimewa Yogyakarta–atas nama kemanusiaan, mengecam ekstremisme dalam
beragama dan diskriminasi terhadap minoritas–dalam hal ini kasus
pengusiran etnis Rohingya dari Myanmar. Kami mengajak seluruh masyarakat
Yogyakarta dari berbagai kalangan untuk peka dan peduli terhadap
masalah-masalah kemanusiaan tanpa memandang agama, ras, suku bangsa,
maupun golongan. Kami mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk
menguatkan solidaritas, menyalurkan bantuan kepada para pengungsi
Rohingya dalam berbagai bentuk.